Pasca apel pagi, Seninan perdana di bulan Juli, kembali dihelat. Pukul 08.35, bertempat di ruang sidang. Tampil sebagai pembicara, Rahmat Yudistiawan, S.Sy. Topik yang dikaji: Urgensi Petitum Subsider dalam Perkara Voluntair.
Kajian dirunut dari karakteristik perkara voluntair, berikut posita dan petitanya. Dilanjut pembahasan pokok berupa sub-sub topik terkait disparitas pemahaman.
"Gugatan atau permohonan itu kembali kepada si pengaju. Bebas. Apa, siapa dan bagaimana. Namun, itu dibatasi oleh hukum acara. Pendapat Saya, petitum kompositur tersebut, sifatnya kebolehan, pilihan (fakultatif)", Khairil Anwar, S.Ag, MHI, tampil sebagai penanggap pertama.
"Saya agak sedikit berbeda. Permohonan itu ex-parte, tidak melibatkan pihak yang lain, dengan diktum yang deklaratoir. Dalam bahasa Saya, tidak begitu indah bila mencantumkan petitum subsider atau kompositur tersebut. Bila tidak terbukti, tidak ada alternatif lain. Apalagi, ia merupakan adopsi dari rezim hukum pidana. Satu lagi dikesempatan ini, ingin Saya sampaikan. Bagian penerimaan, tidak keliru bila menyampaikan kepada para pihak, khususnya masyarakat khalayak luas, agar memperjelas dan mempertegas posita permohonannya. Jangan sumir", hakim asli Melayu, Muhammad Hidayatullah, SHI. menimpali.
Gayung bersambut, kata berjawab. Basilang kayu, baapi. Tibalah kesimpulan, demi keseragaman. Pertama, petitum subsider tetap dipertahankan. Kedua, anjuran penyempurnaan posita. Ketiga, perbaikan redaksi.
Acara ditutup pukul 09.10. Tabik! Tahniah!