Pembaruan semangat kali ini berbeda. Penyajinya, khusus. Lelaki kelahiran 35 tahun yang lalu ini menumpahkan ilmu dan pengalamannya selama malang melintang di dunia perbankan dan pelatihan.
"Biasanya, ketika seseorang memakai seragam, maka, mind set dan culture set-nya adalah: "layani aku", "aku pejabat", padahal sebagai bagian public service, seharusnya "aku melayani", demikian bapak dua anak ini memulai.
Selanjutnya, alumni psikologi Unisba 2010 ini mengurai ilmu tentang ke-frontliner-an. Pertama, empati. Masyarakat nun jauh di sana, mencari solusi ke kantor ini. Maka, belajarlah merasakannya. Selami palung terdalam di lubuk terjauh.
Kedua, komunikasi dan caranya yang baik. Gestur, diksi, hingga intonasi. Dari jajaran security, hingga PTSP. "Kontak mata mewakili. Jangan sekali-kali ketika melayani, namun pandangan kesana-kemari, apalagi sambil ngobrol. Itu, tidak benar. Mengganggu. Tidak nyaman", tegasnya.
Ketiga, briefing mesti ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. Untuk mencari problem yang muncul, sekaligus solusinya secara cepat. Seperti, perlunya alat komunikasi, pembedaan pelayanan terhadap tamu protokoler, pengadaan antrian layanan yang terkualifikasi dengan presisi, dan sebagainya.
"Terakhir, doa. Ini, yang kadang terlupa. Kekuatan itu. Di pagi hari sebelum melaksanakan rutinitas", demikian sentuhan terakhir Pudakesuma yang pernah aktif di MAPI Bandung ini.
Selamat dan sukses di satker baru, kawan!