Seputar Peradilan
ULTRA PETITA DI SENINAN PERDANA JUNI 2020
Seninan dengan mengambil topik "Praktik Penggunaan Petitum Subsider dalam Perkara Perceraian" ini berpematerikan Hidayatullah, SHI. Dengan bernas, hakim asli dari Melayu Riau ini memaparkan kajiannya.
"Atas dasar argumentasi itu, Pasal 189 R.Bg dapat disimpangi, ultra petita, asalkan masih sesuai dengan kerangka gugatannya, dan terdapat petitum subsidernya", jelasnya. Berbagai yurisprudensi dikemukakan satu-persatu terkait aturan ultra petita.
"Dalam praktik bidang perceraian, terdapat beragam pendapat. Pertama, apakah formil primernya dimunculkan dalam diktum ataukah tidak. Kedua, jika dimunculkan, apakah di-NO terlebih dahulu ataukah ditolak. Ini, memunculkan berbagai tafsir, yang alangkah eloknya bila ada keseragaman", pungkasnya.
Bapak Tri Aji Pamungkas, SH, pembawa acara sekaligus notulen diskusi kemudian membuka sesi tanya jawab. Satu-persatu peserta mengacungkan tangan. Mulai dari Hakim Bapak Khoiril Anwar, S.Ag., M.H.I., Bapak Rahmat Yudistiawan, S.Sy., dan Ketua Ibu Sri Wahyuni, S.Ag., M.Ag., hingga pak JS, Pak Happy Pian, SH. Diskusi menghangat, saling sharing, umpan balik.
"Terkait ultra petita ketika Cerai Talak, namun belum dukhul, apakah diikrarkan ataukah dijatuhkan talaknya oleh Majelis, karena ada dua illat "hukum"-nya. Raji-nya ataukah permohonan-nya?", umpan Bapak Khoiril Anwar, S.Ag., M.H.I.
"Nah. Itu akan dikaji dalam Seninan bulan Juli, dengan pemateri Bapak Khoiril Anwar, S.Ag., M.H.I. sendiri", sambut Pak Wakil Ketua Bapak Abdil Baril Basith, S.Ag., S.H., M.H., disambut tawa hadirin.
Disesi penutup, disimpulkan:
- Ultra petita dalam perkara perceraian, dibolehkan sepanjang memenuhi kaidahnya:
- Praktiknya lebih dipilih untuk mengambil formil dengan mencantumkan diktum untuk petitum primernya;
- Dua pilihan untuk petitum primernya, di-NO atau ditolak.
(Tim Redaksi)